Kontranews.id, Jakarta – Isyarat kerja sama antara Presiden Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri makin kentara.
Meski PDIP secara formal tak bergabung dalam pemerintahan, sinyal koalisi dalam bentuk lain mulai terasa kuat.
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, menilai relasi baik antara Megawati dan Prabowo dapat berujung pada koalisi informal.
Jamiluddin menyebut, meskipun tanpa deklarasi resmi, sosok-sosok yang dekat dengan PDIP sudah berada di lingkar kekuasaan Prabowo.
“Nama seperti Budi Gunawan, yang dikenal dekat dengan PDIP, tetap memainkan peran penting dalam kabinet Prabowo. Ini menunjukkan PDIP punya pengaruh, walau tidak langsung,” ujar Jamiluddin kepada wartawan, Selasa (3/6/2025).
Menurutnya, Megawati akan tetap mendukung Prabowo, tapi tanpa harus “masuk rumah” yang sama dengan Gibran Rakabuming Raka.
“Bagi Megawati, bergabung secara formal akan berarti mengakui posisi Gibran—hal yang bertentangan dengan prinsipnya,” katanya.
“Megawati menolak masuk pemerintahan selama Gibran ada di dalamnya. Ia ingin menjaga prinsip dan tidak ingin terlihat seolah membenarkan proses politik yang ia anggap tidak adil,” sambung Jamiluddin.
Koalisi ini, tambahnya, bisa disebut sebagai “koalisi senyap” — ada, tetapi tidak terlihat secara struktur resmi.
Sementara itu, analis politik Hendri Satrio (Hensat) turut menyoroti momen unik yang terjadi saat upacara Hari Lahir Pancasila, Senin (2/6/2025).
Dalam acara itu, Megawati mendampingi Prabowo berjalan ke lapangan upacara, sementara Gibran mengikuti di belakang.
“Momen itu jadi sorotan karena itu pertama kalinya Megawati dan Gibran muncul bersama pasca-Pilpres 2024. Jarang sekali kita melihat mereka dalam satu frame,” ujar Hensat.
Hensat menilai Prabowo menunjukkan gestur kenegarawanan dengan menempatkan Megawati di depan Gibran—bukan hanya soal urutan protokoler, tetapi simbol penghormatan pada pemimpin terdahulu.
“Ini sinyal bahwa Prabowo ingin merangkul Megawati, meskipun ia berada di luar lingkaran kabinet,” ucapnya.
Apakah ini awal dari sebuah koalisi tak kasat mata yang bisa mengubah peta politik nasional ke depan? Waktu yang akan menjawab. (***)