Kontranews.id – Kecenderungan politik di Amerika Serikat ternyata berdampak langsung pada lanskap digital di Eropa.

Kedekatan sejumlah petinggi perusahaan teknologi besar AS seperti Google, Meta, dan SpaceX dengan Presiden Donald Trump, mulai memicu gelombang penolakan diam-diam dari publik Eropa terhadap dominasi digital asal Silicon Valley.

Fenomena ini bukan sekadar isu privasi, tapi telah menjadi gerakan sosial dan politik. Masyarakat Eropa kini mulai beralih ke layanan digital alternatif buatan lokal, sebagai bentuk protes dan upaya menjaga kedaulatan digital mereka sendiri.

Salah satu yang paling menonjol adalah Ecosia, mesin pencari asal Jerman yang menanam pohon dari pendapatannya.

Dalam beberapa bulan terakhir, Ecosia mencatat lonjakan volume pencarian hingga 27%, menandakan pergeseran nyata dari Google ke layanan yang lebih ramah lingkungan dan independen secara geopolitik.

BACA JUGA :  Rusia-Korut Ancam Lepas 60 Nuklir Jika AS Tak Hentikan Provokasi di Timur Tengah

Hal serupa juga terjadi pada ProtonMail, layanan email terenkripsi asal Swiss, yang mencatat peningkatan pengguna sebesar 11,7%.

Lonjakan ini dianggap sebagai reaksi langsung terhadap kekhawatiran bahwa perusahaan AS tunduk pada regulasi seperti CLOUD Act, yang memungkinkan pemerintah AS mengakses data pengguna global.

Michael Wirths, pendiri Topio—perusahaan yang menyediakan Android bebas Google untuk warga Eropa—mengungkapkan adanya tren baru.

“Dulu hanya orang yang peduli soal data pribadi yang cari alternatif. Sekarang, mereka yang sadar politik ikut pindah,” jelasnya.

Kekhawatiran terhadap keterlibatan politik perusahaan teknologi AS kian mencuat usai momen pelantikan Trump, di mana para bos teknologi terlihat hadir mendampingi.

BACA JUGA :  AS Dibayangi Perang Lewat Israel, Saudi Tegaskan Dukungan Terbuka untuk Iran

Gambar ini memperkuat persepsi bahwa Big Tech AS sangat beririsan dengan kekuasaan politik, sehingga menurunkan kepercayaan publik Eropa terhadap layanan-layanan mereka.

Tak hanya di tingkat pengguna, respon kebijakan juga mulai terlihat. Pemerintah Jerman misalnya, mulai mengalihkan pemakaian teknologi di institusi publik ke sistem open-source dan cloud lokal.

Di Schleswig-Holstein, penggunaan perangkat lunak buatan AS bahkan dilarang secara resmi dalam sistem pemerintahan.

Tak hanya software, layanan internet berbasis satelit seperti Starlink milik Elon Musk pun mulai ditinggalkan.

Pemerintah mulai beralih ke Eutelsat, penyedia satelit dari Prancis, sebagai upaya memperkuat kemandirian digital Eropa.

Di tengah perubahan itu, raksasa teknologi AS mulai bersuara lantang. Meta mengkritik regulasi digital Uni Eropa seperti Digital Services Act, menyebutnya sebagai bentuk pembatasan yang berlebihan.

BACA JUGA :  Tak Mampu Tahan Serangan Iran, Israel Andalkan AS Hancurkan Fasilitas Nuklir

Namun, bagi publik Eropa, kebijakan tersebut justru dianggap sebagai perlindungan atas privasi dan data pribadi mereka.

Seperti yang diungkapkan pakar internet asal Inggris, Maria Farrell, perubahan ini bahkan mulai terasa di level masyarakat sehari-hari.

“Penata rambut saya bertanya, apakah dia bisa pindah dari Gmail ke layanan lain,” ungkapnya.

Gerakan ini menjadi sinyal kuat bahwa di tengah ketegangan politik global, warga Eropa semakin sadar bahwa data adalah kekuasaan. Dan mereka memilih untuk menjaga kendali itu di dalam wilayahnya sendiri.

Editor : Id Amor
Follow Berita Kontranews.id di Tiktok